Minggu, 23 November 2008

Antara Informasi dan budaya

Relevansi Perkembangan Informasi

dalam membentuk Budaya Masyrakat

Oleh : Insan Ramadhani


Dinamika bangsa Indonesia pada masa kini telah mengalami perubahan yang sangat signifikan, salah satu yang mugkin dapat kita lihat dengan kasat mata adalah terbukanya era kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Hal ini disinyalir menjadi sarana menuju kebangkitan bangsa, sebagai bangsa yang demokratis. Dan bisa jadi emang betul bahwa sampai hari ini Indonesia menjadi Negara yang paling demokratis. Faktanya dalam dunia politik Indonesia lemah dalam system kualifikasi partai politik, sehingga sangat mudah bagi seseorang untuk memunculkan partai baru, bahkan kini Indonesia sedang menganut faham multi partai dengan muncul nya 38 partai politik yang siap bertarung pentas pemilu raya merebutkan untuk kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan.

Terbukanya era berekspresi dan berpendapat, akan meberikan peluang besar bagi terbukanya informasi yang menyebar luas. Baik itu melalui media masa, elektronik ataupun media komunikasi. Bagi orang yang berduit mereka siap mengeluarkan berapapun uang asal kan sikap dan pendapat mereka disebarluaskan guna mencapai kepentingan pribadi atau golongan. Sehingga nantinya masyarakat akan dihadapkan dengan beragam informasi, baik informasi positif atau bahkan tidak menutup kemungkinan informasi negative.

Sementara disisi lain manusia sebagai mahluk social, informasi menjadi barang berharga, karena dari informasi itu dapat menambah wawasan, memperluas cakrawala, serta meninggikan ilmu pengetahuan. Hal ini menuntut setiap individu untuk selalu mencari, merekam atau bahkan menambahkan informasi.

The Culture is formed from information” budaya terbentuk dari informasi, mungkin kata ini tepat untuk melukikan relevansi antara budaya dan informasi, karena pada dasarnya informasi yang direkam oleh akal seseorang menjadi dasar seseorang melakukan sesuatu (perilaku), dan kontinuitas serta legalisasi perilaku dari masyarakat inilah yang nantinya akan memebentuk sebuah budaya.


Dari sinilah budaya akan bersifat fleksibel mengikuti arus informasi yang berkembang, dan pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa ”Budaya positif akan terbentuk dari arus informasi positif dan sebaliknya informasi negatif yang diterima masyarakat akan mebentuk budaya yang negatf pula”.

Sehingga apabila perkembangan informasi dalam suatu masyarakat tidak ter kontrol dan terawasi dengan baik maka informasi justru nantinya akan menjadi bumerang bagi masyarakat itu sendiri dengan memunculkan kebudayaan yang tidak diharapkan. Misal munculnya budaya penggunaan pakaian minim (kurang sopan) di Indonesia salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya informasi yang menyajikan masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan pakaian minim tersebut. Dan masih banyak contoh lainnya.

Dari sinilah kemudian diperlukan sistem pengontrolan dan pengawasan perkembangan informasi dalam masyarkat, sehingga nantinya kita bisa memanage, mana Informasi-informasi yang layak untuk masyarakat dan mana yang tidak layak dikonsumsi oleh masysrakat. Selain masyarakat sendiri Tentunya Pemerintah sebagai lembaga pelayan masyarakat juga menjadi aktor yang dominan untuk menjalankan sistem tersebut, Sehingga kita tidak lagi mendengar seorang anak yang mempraktekan smack down pada temennya sampai temannya meninggal dunia.


Jumat, 21 November 2008

Membangun Visi Kepemimpinan

Membangun Visi Kepemimpinan
Kontekstualisasi Visi Gerakan Menuju Masyarakat Madani
KAMMI

”KAMMI merupakan wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan Pemimpin tangguh
demi terwujudnya masyarakat madani”

Alhamdulillah, segala puji bagi alllah atas apa yang telah dilimpahkannya kepada kita semua. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah atas teladan kita pemimpin umat manusia seluruhnya yaitu Rosulullah Muhammad SAW.
Dan ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada malaikat,”Aku hendak menjadikan khalifah di Bumi”….(al Baqoroh : 30), memaknai ayat diatas ulama teah sepakat bahwasanya makna dari khalifah adalah pemimpin. Sehingga kepeimpinan sebenarnya telah menjadi fitrah bagi setiap nsan didunia ini,hanya saja ada orang-orang yang kemudian mengotimalkan fitroh tersebut sehingga fitroh itu akan berkembang serta ada juga orang-orang yang hanya menerima fitroh apa adanya sehingga fitroh yang dianugrahkan dari Allah hanya enjadi fitroh sebagai pelengkap hidup.
KAMMI sebagai gerakan dakwah pemuda ternyata manyabut baik fitroh yang telah dianugrahkan kepada setiap manusia. Dengan menjadikan kepemimpinan sebagai visi gerakan hal ini menjadi buktinyata akan pengembangan fitroh kepeimpinan. Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya, kepemimpinan seperti apakah yang diharapkan oleh gerakan mahasiswa idealis ini? Sebuah pertanyaan yang semestinya telah dimengerti dan difahami oleh mereka yang katanya terlibat didalamnya.
Kepemimpinan merupakan salah satu point penting yang diusung oleh gerakan KAMMI bahkan selain menjadi visi hal ini pun tertuang dala prinsip gerakan yang menyebutkan bahwa ”kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI”
Sedangkan visi KAMMI adalah KAMMI merupakan organisasi yang memposisikan dirinya sebagai lembaga pencetakatau pembentuk para pemimpin sebagai sarana mewujudkan masyarakat madani. Pemimpin itu sendiri merupakan orang yang memimpin, yang mana arti kata memimpin adalah mengelola, mengendalikan, mengarahkan, menggerakan ataupun lainnya yang bermakna bagaimana seseorang atau sekelompok masa mengikuti apa yang kita inginkan dala mencapai sebuah visi atau cita-cita bersama. Entah menggunakan apapun itu, teladan, perintah, kesepakatan ataupun sebuah perjanjian atau hukum dan undang-undang.
KAMMI sebagai gerakan dakwah Tauhid yang menjadikan Allah sebagai Ghoyyah dan Rosul sebagai Qudwah tentunya memiliki karakter tersesndiri dalam mengimplementasikan Visi kepemimpinannya. Sehingga dari dua hal ini (paradigma gerakan dan Visi gerakan) dapat dikorelasikan bahwa KAMMI sebagai gerakan pencetak pemimpin tentunya akan mencetak pemimpin yang memiliki landasan Tauhid, bergerak atas Tauhid dan berorientasi kepada Tauhid, serta menjadikan Rosul Muhammad sebagai contoh dalam melakukan kepemimpinan. Lalu seperti apakan Rosulullah pada saat menjadi seorag pemimpin?
Konteks kepemimpinan yang dibangun oleh gerakan KAMMI yang coba bukanlah kepemimpinan yang di dasarkan pada kekuasaan semata (Al Qiyadah Al Sulthoniyah), akan tetapi kepemimpinan yang berlandaskan atas tiga hal, yaitu Maknawi, Fikri, Tsaqofi dan Kompetensi. Yang masing-masing ini memiliki pengertian sendiri-sendiri.
Maknawi banyak diistilahkan sebagai bentuk kekuatan Ubudiyah kita dengan Allah SWT. Kepemimpinan dalam KAMMI bukanlah kepemimpinan yang memaksakan untuk mengarahkan kebaikan, akan tetapi kepemimpinan yang diterima secra ikhlas oleh orang yang dipimpin. Kita bisa lihat bagaimana rosulullah membangun kepeimpinan yang bersifat diterima secara ikhlas bukan hanya oleh kaum muslimin, pun kaum diluar muslim menerimanya. Bukan kah Allah SWT, telah meberikan penjelasannya bahwa ketika Allah cinta kepada seorang manusia maka Allah akan menyerukan kepada malaikat penghuni langit dan bumi untuk mencintainya, dan pun malaikat penghuni langit dan bumi akan menyerukan kepada seluruh manusia untuk cinta kepadanya. Artinya ketika kita dicintai oleh Allah SWT, maka seluruh penghuni langit dan bumi pun akan mencintai kita. Ke cintaan Allah kepada kita berkorelasi potif dengan tingginya Ubudiyah kita kepada Allah SWT (kuatnya ma’nawi kita).
Kemudian akankah kita dengan percaya diri akan memimpin umat sementara Allah tidak mencintai kita? Akankah kita memimpin umat ini sementara kita masih menjadi yang hanya bisa memberikan saran dengan mengabaikan teladan? Akankah kita akan merebut kepemimpinan umat ini semetara kita masih termasuk golongan orang yang enggan membaca quran, enggan untuk bangun malam, serta masih suka berselimaut disaat datang fajar kemenangan (Ba’da Shubuh). Tidak sedikit para pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dari kelihaian beretorika, kecerdasan berfikir, kemampuan mobilisasi masa (walaupun massa juga bagian dari kelompoknya yang menjalankan sesuatu karena takut dengan perintah dan taklid tanpa adanya kefahaman), dan ternyata sebanyak itu pula para pemimpin yang justru lebih banyak memberikan muhdorot dari mashlahat. Banyak pemimpin bermimpi bahwa ia telah memberikan begitu banyak mashlahat tetapi kenyataannya merekamenjadi penyebab munculnya mudhorot.